ETIKA PROFESI INSINYUR

Kamis, 13 November 2014


Ciri-ciri profesionalisme :
·        Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi.
·                Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
·                Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya.
·                Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.

Tiga Watak Kerja Profesionalisme :
·                Kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil
·                             Kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat.
·         Kerja seorang profesional –diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral– harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam sebuah organisasi profesi.

Menurut Harris [1995] ruang gerak seorang profesional ini akan diatur melalui etika profesi yang distandarkan dalam bentuk kode etik profesi. Pelanggaran terhadap kode etik profesi bisa dalam berbagai bentuk, meskipun dalam praktek yang umum dijumpai akan mencakup dua kasus utama, yaitu:
a.        Pelanggaran terhadap perbuatan yang tidak mencerminkan respek terhadap nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi itu. Memperdagangkan jasa atau membeda-bedakan pelayanan jasa atas dasar keinginan untuk mendapatkan keuntungan uang yang berkelebihan ataupun kekuasaan merupakan perbuatan yang sering dianggap melanggar kode etik profesi dan.
b.          Pelanggaran terhadap perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang mencerminkan kualitas keahlian yang sulit atau kurang dapat dipertanggung-jawabkan menurut standar maupun kriteria profesional.

1.                  PENGERTIAN PROFESIONALSME
                        Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau
sebagai sumber penghidupan. Disamping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”.
            Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.

B.        CIRI-CIRI PROFESIONALISME
Di bawah ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme :
1.                  Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result), sehingga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.
2.                  Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
3.                  Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai.
4.                  Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh “keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup
5.                  Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.

Ciri di atas menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi seorang pelaksana profesi yang profesional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Lebih jelas lagi bahwa seorang yang dikatakan profesional adalah mereka yang sangat kompeten atau memiliki kompetensikompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya.

C.        KODE ETIK PROFESI
Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN). Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah SUMPAH HIPOKRATES yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.

SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK :
a.                   Sanksi moral
b.                  Sanksi dikeluarkan dari organisasi

Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional
TUJUAN KODE ETIK PROFESI :
a.                   Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
b.                  Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
c.                   Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
d.                  Untuk meningkatkan mutu profesi.
e.                   Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
f.                    Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
g.                  Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
h.                  Menentukan baku standarnya sendiri.

Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
1.                  Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
2.                  Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3.                  Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang.

Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik. Suatu gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini perusahaan-perusahan swasta cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan sekaligus meningkatkan kredibilitasnya dan karena itu pada prinsipnya patut dinilai positif.

UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR TENTANG PROFESI INSINYUR DI INDONESIA.
Di Indonesia, undang-undang tentang profesi keinsinyuran sudah diatur didalam UU Negara Republik Indonesia, “ NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN “.
Undang-undang tersebut terdiri dari pasal 1 sampai dengan pasal 56.

Berikut penjelasan secara umum tentang UU Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran.
a.                   Umum
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orangdalam mengembangkan dirinya memerlukan pendidikan dan manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umum. Untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umum tersebut, salah satunya dapat dicapai dengan tersedianya sumber daya manusia yang andal dan profesional yang mampu melakukan rekayasa teknik guna meningkatkan nilai tambah, daya saing, daya guna, efisiensi dan efektivitas anggaran, perlindungan publik, kemajuan ilmu dan teknologi, serta pencapaian kebudayaan dan peradaban bangsa yang tinggi. Sumber daya manusia yang mampu melakukan rekayasa teknik masih tersebar dalam berbagai profesi dan kelembagaan masing-masing, belum mempunyai standar keahlian, kemampuan, dan kompetensi Insinyur. Insinyur sebagai salah satu komponen utama yang melakukan layanan jasa rekayasa teknik harus memiliki kompetensi untuk melakukan pekerjaan secara profesional sehingga kegiatan yang dilakukannya dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan dirinya. Hasil karya Insinyur harus dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moril-materiil maupun di muka hukum sehingga layanan jasa di bidang Keinsinyuran memiliki kepastian hukum, memberikan pelindungan bagi Insinyur dan pengguna, serta dilakukan secara profesional, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi etika profesi. Unsur penting dalam Praktik Keinsinyuran adalah sikap, penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknik yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang dimiliki Insinyur harus terus-menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan industri. Perangkat keilmuan yang dimiliki seorang Insinyur mempunyai karakteristik yang khas yang terlihat dari kemampuan untuk melakukan upaya rekayasa teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lingkungan serta menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada. Pengaturan Praktik Keinsinyuran dilakukan untuk memberikan landasan dan kepastian hukum serta pelindungan kepada Pengguna Keinsinyuran dan Pemanfaat Keinsinyuran. Pengaturan Praktik Keinsinyuran dimaksudkan juga untuk memberikan arah pertumbuhan dan peningkatan profesionalisme Insinyur, meletakkan Keinsinyuran Indonesia pada peran dalam pembangunan nasional, serta menjamin terwujudnya penyelenggaraan Keinsinyuran Indonesia yang baik. Oleh karena itu, Praktik Keinsinyuran perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan guna memberikan kepastian dan pelindungan hukum kepada Insinyur, Pengguna Keinsinyuran, dan Pemanfaat Keinsinyuran. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan keselamatan kerja, keberlanjutan lingkungan, dan keunggulan hasil rekayasa, untuk meningkatkan kualitas hidup, serta kesejahteraan Insinyur dan masyarakat. Lingkup pengaturan Undang-Undang tentang Keinsinyuran adalah cakupan Keinsinyuran, standar Keinsinyuran, Program Profesi Insinyur, Registrasi Insinyur, Insinyur Asing, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, hak dan kewajiban, kelembagaan Insinyur, organisasi profesi Insinyur, dan pembinaan Keinsinyuran. Undang-Undang ini mengatur bahwa Keinsinyuran mencakup disiplin teknik Keinsinyuran dan bidang Keinsinyuran. Sementara itu, untuk menjamin mutu kompetensi dan profesionalitas layanan profesi Insinyur, dikembangkan standar profesi Keinsinyuran yang terdiri atas standar layanan Insinyur, standar kompetensi Insinyur, dan standar Program Profesi Insinyur.




KETENTUAN PIDANA
Pasal 50
(1) Setiap orang bukan Insinyur yang menjalankan Praktik Keinsinyuran dan bertindak sebagai Insinyur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang bukan Insinyur yang menjalankan Praktik Keinsinyuran dan bertindak sebagai insinyursebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga mengakibatkan kecelakaan, cacat, hilangnya nyawa seseorang, kegagalan pekerjaan Keinsinyuran, dan/atau hilangnya harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 51
Setiap Insinyur atau Insinyur Asing yang melaksanakan tugas profesi tidak memenuhi standar Keinsinyuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c sehingga mengakibatkan kecelakaan, cacat, hilangnya nyawa seseorang, kegagalan pekerjaan Keinsinyuran, dan/atau hilangnya harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


0 komentar:

Posting Komentar